ENJOYING THE NORTH SUMATERA: Part #3

Jangan lupa baca ENJOYING THE NORTH SUMATERA bagian #2 buat nginget apa yang terjadi sebelumnya...Jangan lupa jempol dan komennya...that means so for me...:)
--------------------------------------------------------

Oke, sekarang tinggal Damro.

"Mo, gimana?"

Meskipun Damro nggak ikut nimbrung disitu, kami tetap minta pendapatnya.
Dari lantai atas, Damro yang nggak mempan dirayu pake rayuan pulau kepala, eh, kelapa, buat turun, cuma ngomong,"Aku ngikut aja!" dengan nada yang kurang enak di telinga..
Tapi, Sondang langsung ngomong sesuatu ke kami. "Tadi waktu cerita-cerita, kayaknya bang Damro kesannya maksa gitu supaya tetap jadi ke Tarutung."
Davis menyikutku. "Kok tumben dia yang ngotot? Biasanya kan kau yang bersikeras?"
"Tauk!" sahutku nggak mau berkomentar lebih jauh. Nggak sengaja, kulirik Andy yang tadinya semangat tiba-tiba langsung berbaring begitu aja tanpa sebab di ruang tamu Sondang. Hm, nggak biasanya, pikirku.

Okay, enough of bad thinking. It's time to sleep now. However, the trip must goes on! Akhirnya, opsi pertamalah yang jadi pilihan. We have to keep moving, haven't we?


Sabtu, 22 Maret . . .

Pagi-pagi, sebelum jam 6 aku sudah terbangun. Weh...untung nggak kayak di kampungku. Kalau sudah jam 4 pagi, terbangun karena menggigil kedinginan.

Aku langsung keluar kamar, ke kamar mandi yang letaknya dekat dengan dapur. Di dapur, ortu ceweknya Sondang lagi sibuk masak.

Kelar dari kamar mandi, aku balik ke kamar lagi. Di kamar, Davis lagi sibuk bertelpon ria. Habis nelpon [atau ditelpon?], sambil berbaring, kami bertiga malah cerita-cerita. Kami nanyain ke Sondang alamat teman-teman kami yang kira-kira tinggal di Sidikalang. Salah satu teman terdekat kami, sekaligus teman seangkatan aku dan Davis, Marcell, katanya tinggal tidak jauh-jauh amat dari rumah Sondang sendiri, tepatnya di sekitaran St. Petrus.

Mendekati pukul 8, kami mulai siap-siap berangkat ke Taman Wisata Iman alias TWI. Kayaknya nggak ada yang pada mandi. Airnya dingin minta amplop lengkap dengan prangko-prangkonya...eh, maksudnya dingin minta ampun. Sondang aja yang tuan rumah cuma cuci muka. Sama seperti kami. Emang sih, sudah disedian air panas, tapi karena kondisi air sepertinya terbatas, jadi nggak tega gunainnya. :=)

Pukul 8 teng, waktunya sarapan. Menu andalan: Mie gomok.

---------------------------------------
DID YOU KNOW? 
Akhirnya....obsesi Davis ketemu pink pig alias babi merah jambu kesampean di rumah Sondang. (Ckckck...obsesi apaan tuh?! hehehe)
Davis : " Hhhhh...Mau kupukullah pantat babi tu. Mau kuremas-remas hidungnyalah...menggemasi!!
(berkomentar sambil menggerak-gerakkan tangannya seolah-olah sedang mencubit pipi anak kecil yang lagi chubby-chubbynya)
-----------------------------------------

"Eh! Udah sembuh matanya kak Vis?" tanya Lee.

"Tinggal dikit lagi," sahut Davis sambil mengusap-usap kelopak matanya yang membengkak. Alergi cuaca dingin, katanya. (Baru tahu ada gejala alergi terhadap suhu dingin bakalan berefek seperti itu. Aneh!!)

Jam 9 kami sudah nyampe di TWI. Taman yang berkontur tidak datar dan yang luasnya entah berapa hektar ini berisi icon-icon penting 5 agama di Indonesia.

Di spot paling depan, ada bangunan berwarna merah marun. Tempat ibadah umat Buddha. Lengkap dengan patung Sidarta Gautamanya. Vihara.

Spot berikutnya, ada rangkaian kisah Yesus Kristus. Umat Kristen menyebutnya sebagai Juruselamat Dunia. Mulai dari kelahiran, penyaliban dan kematian, sampai pada kebangkitan dan kenaikanNya ke Surga. Lengkap dengan detail kejadiannya. Bahkan ada juga sungai dan air terjun yang menggambarkan sungai Yordan, tempat Yesus dibaptis oleh Yohanes Pembaptis.

Bukannya sibuk memperhatikan detail  keterangan yang ada di setiap sub spot nya, kami malah asyik bernarsis ria di depan ponsel kameranya Andy dan kamera digitalnya Sondang. Davis sibuk bergaya dengan payung gede yang dibawanya dari Pekanbaru. Huh, dasar narsis!! Rihanna wanna be nih nampaknya...You can stand under my umbrella...You can stand under my umbrella...Ella ella, eh eh eh...Under my umbrella...Ella ella, eh eh eh...=)

Tampaknya, puncak spot wisata ada di sekitar tempat penyaliban Yesus. Di sini, banyak yang duduk-duduk. Di bagian belakangnya, terdapat ruang doa kecil yang bisa dipakai buat doa pribadi [ya, iyalah! Masa' buat main golf..]. Di dekatnya, ada bangku semen buat duduk nyantai, melihat-lihat pemandangan di bawah. Bahkan vihara yang kami lihat tadi kelihatan kecil dari atas sini.

Naluri foto-foto pun tidak terbendung lagi. Dengan kaca mata hitam milik Lee, Davis sibuk berpose ria.
"Udah kayak TG aja kak Vis ini," komentar Lee.
"Apa tuh TG?"
"Tante Genit. Hihihi.."

Buat foto-foto, fotografer lokal pasang tarif 15-25 ribu rupiah per lembar foto seukuran 1/4 sampai 1 lembar kuarto.

Berhubung hari sudah semakin siang dan masih ada tujuan perjalanan lain, kami tidak sempat melihat icon agama yang lain. Sedikit kecewa, karena kata Andy, masih ada beberapa ciri khas agama lainnya.

Setelah cukup puas foto-foto dan belanja-belanji suvenir di seputaran TWI, kami berencana langsung pulang ke rumah Sondang.

Dalam perjalanan pulang ke rumah Sondang, entah dari siapa mencetuskan ide 'busuk'.
"Kita jalan-jalanlah ke rumah calon mertua."
"Enggaklah. Dianya kan nggak di sini," sahut 'pak supir' kami bingung.
"Ga pa-pa...biar bisa kenalan ma orang tuanya." Yang ngasih ide makin semangat nggak karuan.
"..."
Sementara yang diklaim punya calon mertua mikir-mikir, dari bangku belakang terdengar celetukan.
"Ah, ngapain ke situ. Kak Linanya kan nggak di sini."
Kelihatannya lebih banyak yang nggak setuju, tapi entah kenapa mobil tetap diarahkan mencari rumah yang yang dimaksud, sampai akhirnya terjebak macet.

Hari itu memang hari pasar. Pinggiran jalan dijejali pedagang yang sibuk menawarkan barang dagangannya. Dalam hitungan cuma sekian menit, mobil cuma bisa bergerak tidak sampai semeter. Hasilnya, Lee turun beli sesisir pisang yang kurang matang.

Setelah beberapa waktu, nggak disangka, tiba-tiba Andy ngomong," Mobil aku parkirin dekat sini aja. Kalian aja yang pergi ke sana ya. Tinggal jalan dikit lagi."

Aku dan Davis yang duduk di bangku paling belakang saling lihat-lihatan. Bingung. Pasalnya, kami cuma ngikut aja.
"??? Emangnya yang nyaranin ke sini sapa?"
"Bukannya harusnya dia yang lebih berkepentingan?" tanyaku pelan.
Mimik wajah Davis menunjukkan ekspresi tidak mengerti.

Sampai di rumah Lina, kami justru nemuin orang yang ngaku bukan yang punya rumah. Setelah berbingung-bingung ria untuk yang kedua kalinya, dia akhirnya bilang kalau dia cuma menyewa bagian depannya dan segera keluar buat nemuin seseorang yang dia kira lebih berwenang ketemu kami.

Dengan posisi masih berdiri-diri di depan rumah yang berupa ruko itu dan berniat angkat kaki saja dari tempat itu, tiba-tiba seorang cowok datang. Adiknya Lina. Dia nampak kebingungan melihat kami berenam, yang mengklaim diri sebagai teman-teman kakaknya---mungkin dia lupa kalau kami pernah ketemu pas wisudanya Lina---apalagi mendengar penjelasan Lee.

"Ini calon lae*mu," katanya sambil menunjuk Andy.

Setelah basa-basi sedikit , baru kami tahu kalau ortunya Lina lagi ke Samosir.

Akhirnya, setelah urusan nggak jelas dari rumah Lina selesai, kami menuju mobil.
Sepanjang perjalanan menuju ke mobil, kami lebih banyak diam.
Sementara aku sedang asyik-asyiknya memperhatikan apa yang dijual, kudengar ada yang berkomentar. "Huh! Udah dibilangin nggak usah ke sana. Ngapainlah kita ke sana tadi? Orang tuanya pun nggak ada."

"Ah, ngeluh aja pun," pikirku. "Tapi, ada benarnya juga sih. Toh gak jelas gitu entah ngapain di rumah Lina. Mungkin ini nih yang namanya expect the unexpected."

Jam 12 lewat, kami sudah ada di rumah Sondang lagi.
Begitu sampai di rumah Sondang, Andy langsung mendekati organ.
Dia mainin satu lagu rohani.
"Coba, lagu apa nih, kak?" tanyanya mengujiku.
"Hhh..kayaknya pernah dengar." komentarku. Akhir-akhir ini, aku sudah jarang dengar lagu rohani. :-( Sewaktu Andy menyebutkan judul lagunya, aku masih saja nggak bisa mengingat lagu yang dia maksud.
Berikutnya, dia mainin lagu lain.
"Yang ini, kak?" tanyanya lagi.
"Gau tau," jawabku singkat.
"Ah, udahlah!" katanya sambil  pergi begitu aja ke dapur.
Hihihi...orang yang bolot musik kayak aku diajak maen tebak-tebakan musik dadakan? :-p

Lepas dari 'mulut' Andy, masuk ke 'mulut' Damro. Eh, maksudnya...setelah di daulat jadi peserta music quiz dadakan, di lorong ketemu sama Damro. Hehe...
"Jadinya kita kemana nanti?" tanyanya.
"Kayaknya ke Laguboti, trus lanjut ke Parapat."
"Kok jadi gitu?"
"Iyalah...waktu kita sepertinya nggak cukup. Padahal tantenya si Andy udah nyiapin makanan buat kita. Kan nggak enak kalo nggak mampir ke situ."
"Ugh...kalo gitu, lebih  baik aku nggak usah ikut kemaren” sahut Damro. “Ke Danau Toba, biarpun nanti mandi-mandi di sana, udah sering pun. Kalo Salib Kasih kan belum pernah. Percuma lah kita pergi kalo nggak ke Salib Kasih. Masa' kita cuma ke TWI aja."
"..."


Di dapur, ortu Sondang sudah menyediakan menu andalan: saksang.
Yang cowok-cowok kayaknya bernafsu betul melahap masakan khas suku batak berbahan dasar daging 'double B' ini.

Baru saja kami selesai makan, Sondang sibuk menyendoki nasi ke mangkok.
"Ini, biar ada makanan orang abang sama kakak di jalan ya!"
"Ah, nggak perlulah Ndang!" sahut para cowok.
"Tapi ga pa-pa lah. Bikin aja, tapi enggak usah banyak. Manatau..." Dukung aku sama Davis.

Sebelum berangkat, Andy, Damro dan Lee nyaranin minum suplemen vitamin C. Tumben? Pikirku.
"Nih, apalagi kakak. Biar nggak lemas-lemas." sodor mereka ke depanku.
Huh, enak aja! Pikirku. Gini-gini, kan aku yang paling tahan banting waktu jalan-jalan ke Sumbar waktu itu. ;-)
Tapi, setelah dipikir-pikir, mungkin mereka ada benarnya juga. Kalau terjadi apa-apa, jangan-jangan ntar aku yang bisa merepotkan mereka. Aku nggak mau donk.:-) Jadi, kularutkan juga 1 butir suplemen ke dalam gelas air putihku.

Sebelum melanjutkan perjalanan, kami juga sempat-sempatin diri bergaya ria lagi dengan alat-alat musik yang ada di rumah Sondang. Maklum, ortunya Sondang punya usaha sewa alat musik. Gitar di tangan Damro. Saxophone Lee.

Sekitar jam 1 siang, kami berangkat ke Tarutung melewati Dolok Sanggul, kab. Humbahas (Humbang Hasudutan). Di Dolok Sanggul, mata dimanjain dengan kebun-kebun sayur dan buah yang sepertinya lagi lebat-lebatnya, apalagi dengan adanya latar gunung di belakang. Wuih...pingin ikutan panen aja rasanya. Sayang...lagi nggak ada satu pun petani yang stand by di kebunnya. Tapi, kami nggak mau nyia-nyiain kesempatan buat.....FOTO-FOTO!! (Teteup...!hehe..)

Otakmu Sexy Itu Terbukti...Dari Caramu Memikirkan Aku. Matamu Sexy Itu Terbukti...Dari Caramu Menatap Aku
Aku Seperti Ada...Di Dalam Penjara Cintamu. Hidungmu Sexy Itu Terbukti...Dari Caramu Cium Pipiku. Bibirmu Sexy Itu Terbukti...Dari Caramu Sebut Namaku. Aku Seperti Ada...Di Dalam Penjara Cintamu.. Di dalam mobil menuju perjalanan ke Tarutung, Damro dan Lee nyanyi lagu ini, ngikutin lagu dari disc yang dipasang Andy di mobil. Volume suara mereka makin meninggi pas dengar bagian  Kamulah Makhluk Tuhan, Yang Tercipta Yang Paling Sexy. Cuma Kamu Yang Bisa
Membuatku Terus Menjerit...Ouww…Ouww…Ouww…

Pas lagunya Yovie and The Nuno juga nggak kalah heboh.
Semula ku tak tahu engkau juga kan ingin memilikinya
bukankah ku lebih dulu bila engkau temanku
sebaiknya tak mengganggu

dia untukku, bukan untukmu   dia milikku, bukan milikmu
pergilah kamu, jangan kau ganggu  biarkan aku mendekatinya

kamu tak akan mungkin mendapatkannya
karena dia berikan aku pertanda juga
janganlah kamu banyak bermimpi, oooh
dia untuk aku

bukankah belum pasti   kamu juga kan jadi dengan dirinya
dia yang menentukan   apa yang ’kan terjadi   tak usah mengaturku

**:
dia untukku, bukan untukmu
dia milikku, bukan milikmu
lihatlah nanti, lihatlah saja
biarkan aku mendekatinya

kamu tak akan mungkin mendapatkannya
karena dia berikan aku pertanda juga
janganlah kamu banyak bermimpi, oooh
kusarankan engkau mundur saja, ooo

dia untuk aku
bukan, dia untuk aku

Aku cuman senyum-senyum geli liat tingkah mereka.
"Emang ya...lagu ini parbada* kali..?! celetuk Davis.
(Note: Parbada=cari gara ^_^)

Suasana sedikit senyap pas giliran Ari Lasso dan BCL nyanyi 'Aku dan Dirimu'. Entah karena sudah puas, capek, atau lagunya yang nggak cocok buat diheboh-hebohin...:)

Tiba saatnya kita saling bicara
 tentang perasaan yang kian menyiksa
tentang rindu yang menggebu
tentang cinta yang tak terungkap
blablabla...

Gak terasa...sampai juga di Tarutung sekitar jam setengah 5.

Nggak ada badai, nggak ada tsunami. Entah bagaimana awalnya, mobil malah mengarah ke Salib Kasih.
Loh, kok meleset dari pembicaraan semalam ya? ^^

Salib Kasih
Bukit Siatas Barita
Kecamatan Siatas Barita
Tapanuli Utara (Taput)

Jalanan sedikit menanjak. Mobil yang kami naiki melaju dengan pelan. Hamparan sawah terlihat di sekeliling.

Datang ke Salib Kasih masih dalam suasana paskah sepertinya agenda yang klop. Begitu kami sampai dan mobil diparkirkan, ternyata...banyak orang yang berpikiran sama dengan kami.

Yang kelihatan cuma banyaknya pengunjung dan kios-kios tempat berjualan suvenir. Di salah satu sisi areal tanah lapang yang lumayan gede dan becek karena tampaknya baru diguyur hujan, terdapat sebuah panggung.

"Huh…mana salib kasihnya ya?" pikirku. Sejauh mata memandang, tidak ada tanda-tanda objek wisata sedikitpun. Rasanya benar-benar blank.

Salib Kasihnya nggak kelihatan sedikitpun sampai akhirnya...kami ngeh dengan sebuah gerbang di belakang panggung. Itulah pintu masuknya! Ada gusetbook yang harus diisi. Tidak ada patokan tarif masuk. Htm-nya bersifat suka rela.

Untuk sampai ke Salib Kasihnya, tepat di belakang gerbang masuk, patung Pendeta Ingwer Ludwig Nommensen ---misionaris Jerman yang memiliki jasa besar menyebarkan agama Kristen di Tanah Batak, sekitar 1860-an--- menyambut kami.

Hujan baru saja reda. Kami harus melewati banjir kira-kira semata kaki dan di depan kami terpapar dua bagian jalan yang dikelilingi hutan. Di bagian kiri, jalan  berupa ratusan tangga. Di bagian kanan, aspal licin.

Tanda panah yang ada menunjukkan arah yang nggak jelas.
Tanda panah memang lebih mengarah ke bagian kanan. Tapi, arahnya tetap meragukan kami. Kami perhatikan jalanan berupa aspal licin itu, trus kami bandingin dengan jalanan bertangga. Ujung jalanan yang bertangga nampaknya lebih menjanjikan daripada yang licin, karena ujung jalanan yang licin lebih nggak jelas kelihatan dibandingin dengan jalanan bertangga.

Tiba-tiba, Damro iseng menyentuh satu-satunya penunjuk arah berbentuk tanda panah itu. Penunjuk arah ternyata bisa digerak-gerakkan.
"Kita ke arah mana nih sebenarnya?"

Sementara kami sibuk memutuskan arah mana yang harus dilewati, Damro makin iseng. Digerakkannya tanda panah ke kiri..ke kanan lagi...ke atas...bahkan ke bawah.
Sambil kebingungan, kami cuma bisa ketawa-ketawa aja melihat tingkahnya.

Aku kasih argumen. Kalau mau naik, harusnya melewati arah yang bertangga. Yang lain nampaknya setuju. Tapi, nampaknya mereka lebih setuju karena melihat lebih banyak orang yang datang dari arah itu.

"Jauh ya?"  Tanya kami waktu berpapasan dengan orang yang turun dengan wajah yang terlihat keletihan.

"Masih jauh lagi!!" sahutnya cuek.

Di sepanjang pinggiran hutan, terdapat banyak cinderamata berupa 'batu prasasti'  yang bertuliskan nama dan daerah asal pengunjung yang ditinggalkan buat pertanda bahwa mereka pernah datang ke tempat ini.. Tak heran areal ini dinamai Taman Kenangan.

Mungkin karena terintimidasi dengan komentar singkat orang tadi,  sepertinya kami terasa capek lebih cepat dari waktunya.
Damro malah sudah ketinggalan jauh di belakang.
"Bisa nggak kami tunggu di sini aja. Kalian ajalah yang bawa Salib Kasihnya ke mari, tunjukkan ke kami," keluhku.

Salib kasihnya belum kelihatan, tapi badan sudah terasa capek. Saking letihnya, nggak kepikiran untuk menghitung anak tangga yang kami lalui. Yang jelas...ratusan!  Pohon-pohon pinus dengan ayat-ayat Alkitab yang menempel di badannya berdiri di sisi kiri dan kanan jalan setapak bertangga yang kami lewati ini.

----------------------------------
Ada sedikit Tips nie...
1. Jangan pikirin Salib Kasihnya doang!
Jalan santai kayak biasa aja dan nikmatin apa aja yang ada di kiri dan kanan jalan.
2. Banyak ayat-ayat Alkitab yang bisa dinikmatin.
Bagi yang kristiani, jangan cuma sekedar dibaca, nikmati setiap ayat yang ada, you'll find something in it! Bagi yang non kristiani, maybe it is able to be a great motivation for you! There are many valuable word in there to contemplate.
3. Siapin piagam semen alias batu prasati untuk jadi kenang-kenangan.
Be creative on it! :-)
----------------------------------

Kalau ternyata tujuan kami malah jadi ke Salib Kasih, bagaimana dengan tujuan ke tempat tante nya Andy? Jadikah? 
Baca juga ENJOYING THE NORTH SUMATERA: Part #4...tetep gak kalah seru koq karena ada crta tentang....xixixi...baca sendiri aja yach biar makin kerasa serunya...^_^

Posting Komentar - Back to Content